Nih Sejarah Silat (Silek) Harimau Minangkabau
Silat Minangkabau (bahasa Minangkabau: silek Minangkabau) yaitu seni beladiri yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat Minangkabau mempunyai moral suka merantau sejak beratus-ratus tahun yang lampau. Untuk merantau tentu saja mereka harus mempunyai bekal yang cukup dalam menjaga diri dari hal-hal terburuk selama di perjalanan atau di rantau, contohnya diserang atau dirampok orang. Di samping sebagai bekal untuk merantau, silek penting untuk pertahanan nagari terhadap bahaya dari luar.
Kajian sejarah silek memang rumit alasannya diterima dari lisan ke mulut, pernah seorang guru diwawancarai bahwa beliau sama sekali tidak tahu siapa buyut gurunya. Bukti tertulis kebanyakan tidak ada. Seorang Tuo Silek dari Pauah, Kota Padang, cuma menyampaikan bahwa dahulu silat ini diwariskan dari seorang kusir bendi (andong) dari Limau Kapeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Seorang guru silek dari Sijunjung, Sumatera Barat menyampaikan bahwa ilmu silat yang beliau dapatkan berasal dari Lintau. Ada lagi Tuo Silek yang dikenal dengan nama Angku Budua menyampaikan bahwa silat ini beliau peroleh dari Koto Anau, Kabupaten Solok. Daerah Koto Anau, Bayang dan Banda Sapuluah di Kabupaten Pesisir Selatan, Pauah di Kota Padang atau Lintau pada masa lalunya yaitu daerah penting di wilayah Minangkabau.
Daerah Solok contohnya yaitu daerah pertahanan kerajaan Minangkabau menghadapi serangan musuh dari darat, sedangkan daerah Pesisir yaitu daerah pertahanan menghadapi serangan musuh dari laut. Tidak terlalu banyak guru-guru silek yang sanggup menyebutkan ranji guru-guru mereka secara lengkap.
Jika dirujuk dari buku berjudul Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau karangan Mid Djamal (1986), maka sanggup diketahui bahwa para pendiri dari Silek (Silat) di Minangkabau adalah
Pada masa Datuak Suri Dirajo inilah silek Minangkabau pertama kali diramu dan tentu saja gerakan-gerakan beladiri dari pengawal yang empat orang tersebut turut mewarnai silek itu sendiri. Nama-nama mereka memang ibarat nama binatang (Kambing, Harimau, Kucing dan Anjing), namun tentu saja mereka yaitu manusia, bukan binatang berdasarkan persangkaan beberapa orang.
Asal muasal Kambiang Hutan dan Anjiang Mualim memang hingga kini membutuhkan kajian lebih dalam dari mana gotong royong mereka berasal alasannya nama mereka tidak menunjukkan tempat secara khas. Mengingat relasi perdagangan yang berumur ratusan hingga ribuan tahun antara pesisir pantai barat daerah Minangkabau (Tiku, Pariaman, Air Bangis, Bandar Sepuluh dan Kerajaan Indrapura) dengan Gujarat (India), Persia (Iran dan sekitarnya), Hadhramaut (Yaman), Mesir, Campa (Vietnam sekarang) dan bahkan hingga ke Madagaskar pada masa lalu, bukan mustahil silat Minangkabau mempunyai efek dari beladiri yang mereka miliki.
Sementara itu, dari pantai timur Sumatera melalui sungai dari Provinsi Riau yang mempunyai hulu ke wilayah Sumatera Barat (Minangkabau) sekarang, maka relasi beladiri Minangkabau dengan beladiri dari Cina, Siam dan Champa sanggup terjadi alasannya jalur perdagangan, agama, ekonomi, dan politik. Beladiri yaitu produk budaya yang terus berkembang berdasarkan kebutuhan pada masa itu. Perpaduan dan pembauran antar beladiri sangat mungkin terjadi. Bagaimana perpaduan ini terjadi membutuhkan kajian lebih jauh. Awal dari penelitian itu sanggup saja diawali dari relasi genetik antara masyarakat di Minangkabau dengan bangsa-bangsa yang disebutkan di atas.
Kaprikornus boleh dikatakan bahwa silat di Minangkabau yaitu kombinasi dari ilmu beladiri lokal, ditambah dengan beladiri yang tiba dari luar daerah Nusantara. Jika ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwa langkah silat di Minangkabau yang khas itu yaitu buah karya mereka. Langkah silat Minangkabau sederhana saja, namun di balik langkah sederhana itu, terkandung kecerdasan yang tinggi dari para penggerak ratusan tahun yang lampau. Mereka telah menciptakan langkah itu sedemikian rupa sehingga silek menjadi plastis untuk dikembangkan menjadi lebih rumit. Guru-guru silek atau pandeka yang lihai yaitu orang yang benar-benar paham diam-diam dari langkah silat yang sederhana itu, sehingga mereka sanggup mengolahnya menjadi bentuk-bentuk gerakan silat hingga tidak hingga jumlahnya. Kiat yang demikian tergambar di dalam pepatah jiko dibalun sagadang bijo labu, jiko dikambang saleba alam (jika disimpulkan hanya sebesar biji labu, kalau diuraikan akan menjadi selebar alam). (Sumber: Wikipedia)
Kajian sejarah silek memang rumit alasannya diterima dari lisan ke mulut, pernah seorang guru diwawancarai bahwa beliau sama sekali tidak tahu siapa buyut gurunya. Bukti tertulis kebanyakan tidak ada. Seorang Tuo Silek dari Pauah, Kota Padang, cuma menyampaikan bahwa dahulu silat ini diwariskan dari seorang kusir bendi (andong) dari Limau Kapeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Seorang guru silek dari Sijunjung, Sumatera Barat menyampaikan bahwa ilmu silat yang beliau dapatkan berasal dari Lintau. Ada lagi Tuo Silek yang dikenal dengan nama Angku Budua menyampaikan bahwa silat ini beliau peroleh dari Koto Anau, Kabupaten Solok. Daerah Koto Anau, Bayang dan Banda Sapuluah di Kabupaten Pesisir Selatan, Pauah di Kota Padang atau Lintau pada masa lalunya yaitu daerah penting di wilayah Minangkabau.
Daerah Solok contohnya yaitu daerah pertahanan kerajaan Minangkabau menghadapi serangan musuh dari darat, sedangkan daerah Pesisir yaitu daerah pertahanan menghadapi serangan musuh dari laut. Tidak terlalu banyak guru-guru silek yang sanggup menyebutkan ranji guru-guru mereka secara lengkap.
Jika dirujuk dari buku berjudul Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau karangan Mid Djamal (1986), maka sanggup diketahui bahwa para pendiri dari Silek (Silat) di Minangkabau adalah
- Datuak Suri Dirajo diperkirakan bangun pada tahun 1119 Masehi di daerah Pariangan, Padangpanjang, Sumatera Barat.
- Kambiang Utan (diperkirakan berasal dari Kamboja),
- Harimau Campo (diperkirakan berasal dari daerah Champa),
- Kuciang Siam (diperkirakan tiba dari Siam atau Thailand)
- Anjiang Mualim (diperkirakan tiba dari Persia).
Pada masa Datuak Suri Dirajo inilah silek Minangkabau pertama kali diramu dan tentu saja gerakan-gerakan beladiri dari pengawal yang empat orang tersebut turut mewarnai silek itu sendiri. Nama-nama mereka memang ibarat nama binatang (Kambing, Harimau, Kucing dan Anjing), namun tentu saja mereka yaitu manusia, bukan binatang berdasarkan persangkaan beberapa orang.
Asal muasal Kambiang Hutan dan Anjiang Mualim memang hingga kini membutuhkan kajian lebih dalam dari mana gotong royong mereka berasal alasannya nama mereka tidak menunjukkan tempat secara khas. Mengingat relasi perdagangan yang berumur ratusan hingga ribuan tahun antara pesisir pantai barat daerah Minangkabau (Tiku, Pariaman, Air Bangis, Bandar Sepuluh dan Kerajaan Indrapura) dengan Gujarat (India), Persia (Iran dan sekitarnya), Hadhramaut (Yaman), Mesir, Campa (Vietnam sekarang) dan bahkan hingga ke Madagaskar pada masa lalu, bukan mustahil silat Minangkabau mempunyai efek dari beladiri yang mereka miliki.
Sementara itu, dari pantai timur Sumatera melalui sungai dari Provinsi Riau yang mempunyai hulu ke wilayah Sumatera Barat (Minangkabau) sekarang, maka relasi beladiri Minangkabau dengan beladiri dari Cina, Siam dan Champa sanggup terjadi alasannya jalur perdagangan, agama, ekonomi, dan politik. Beladiri yaitu produk budaya yang terus berkembang berdasarkan kebutuhan pada masa itu. Perpaduan dan pembauran antar beladiri sangat mungkin terjadi. Bagaimana perpaduan ini terjadi membutuhkan kajian lebih jauh. Awal dari penelitian itu sanggup saja diawali dari relasi genetik antara masyarakat di Minangkabau dengan bangsa-bangsa yang disebutkan di atas.
Kaprikornus boleh dikatakan bahwa silat di Minangkabau yaitu kombinasi dari ilmu beladiri lokal, ditambah dengan beladiri yang tiba dari luar daerah Nusantara. Jika ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwa langkah silat di Minangkabau yang khas itu yaitu buah karya mereka. Langkah silat Minangkabau sederhana saja, namun di balik langkah sederhana itu, terkandung kecerdasan yang tinggi dari para penggerak ratusan tahun yang lampau. Mereka telah menciptakan langkah itu sedemikian rupa sehingga silek menjadi plastis untuk dikembangkan menjadi lebih rumit. Guru-guru silek atau pandeka yang lihai yaitu orang yang benar-benar paham diam-diam dari langkah silat yang sederhana itu, sehingga mereka sanggup mengolahnya menjadi bentuk-bentuk gerakan silat hingga tidak hingga jumlahnya. Kiat yang demikian tergambar di dalam pepatah jiko dibalun sagadang bijo labu, jiko dikambang saleba alam (jika disimpulkan hanya sebesar biji labu, kalau diuraikan akan menjadi selebar alam). (Sumber: Wikipedia)