Widget HTML Atas

Nih Konsep Silat Minangkabau

Alam takambang jadi guru ialah konsep universal dari budaya alam Minangkabau. Kata "alam", berasal dari bahasa Sanskerta artinya sama dengan lingkungan kehidupan atau daerah. Konsep ini juga diterjemahkan oleh para pendiri silat pada masa dahulunya menjadi gerakan-gerakan silat. Antara silat dan produk budaya lain di Minangkabau ialah satu kesatuan filosofis, jadi untuk mengambarkan silat, pepatah-pepatah yang biasa diucapkan dalam upacara adab bisa digunakan.

Setiap nagari mempunyai sasaran silek, ini ialah suatu keharusan, menyerupai sebuah negara yang mustahil tidak mempunyai angkatan perang. Konsep nagari itu sama dengan konsep sebuah negara. Hubungan antara nagari dengan nagari sama halnya dengan kekerabatan antarnegara. Alam Minangkabau ialah kesatuan pengikat antar nagari-nagari bahwa mereka merupakan satu konsep budaya. Secara budaya, yang dinamakan masyarakat Minangkabau mengaku berasal dari Gunung Marapi, tepatnya dari Nagari Pariangan, Sumatera Barat yakni suatu tempat yang disebut sebagai sawah gadang satampang baniah (sawah luas, setampang benih). Dari nagari itulah benih kebudayaan yang setampang digagas, disusun dan kemudian dikembangkan ke wilayah sekitarnya (luhak nan tiga). Oleh lantaran nagari di Minangkabau tidak obahnya mirip sebuah republik mini, semuanya lengkap dari wilayah, abdnegara pemerintah, pertahanan hingga penduduknya, maka hampir semua nagari mempunyai sasaran silek, sehingga variasi dari gerakan-gerakan silat tidak sanggup dihindari sama sekali.

Variasi dari gerakan silek terjadi karena:
  • Rentang waktu yang sedemikan usang dari awal silek ini dirumuskan
  • Pancarian surang-surang (penemuan gres oleh guru baik disengaja atau tidak)
  • Perbedaan minat
  • Hasil berkelahi pandapek (hasil diskusi sesama pendekar)
  • Pengaruh dari beladiri lain
Meskipun demikian ada kesamaan konsep dari gerakan silat di Minangkabau. Oleh lantaran itu kita sanggup membedakan antara silat dari Minangkabau dan silat dari daerah lain di daerah Nusantara. Beberapa konsep dari silek Minangkabau itu adalah


1. Tagak jo Langkah (Berdiri dan Langkah)

Ciri khas dari permainan silek ialah pola bangun dan langkah. Tagak artinya tegak atau berdiri, di mana pesilat berdiri? Dia bangun di jalan yang benar (tagak di nan bana), ia bukanlah seorang yang suka cari rusuh dan merusak tatanan alam dan kehidupan bermasyarakat. Di dalam mantera sering juga diungkapkan sebagai tegak alif, pitunggua adam, langkah muhammad. Di dalam permainan silat, posisi bangun ialah pelajaran pertama diberikan, yang dinamakan sebagai bukak langkah (sikap pasang) seorang pemain silat Minangkabau ialah tagak runciang (berdiri runcing atau bangun serong) dengan posisinya selalu melindungi alat vital. Kuda-kuda pemain silat harus kokoh, untuk latihan ini dahulunya mereka berjalan menentang arus sungai.

Langkah dalam permainan silek Minangkabau mirip dengan langkah berjalan, namun posisinya pada umumnya merendah. Posisi melangkah melingkar yang terdiri dari gelek, balabek, simpia dan baliak (Lihat klarifikasi istilah ini pada Kurikulum.

Adapun pola langkah yang dipergunakan ada yang dinamakan:
  • langkah tigo (langkah tiga, pola langkah yang membentuk segitiga). Silek yang dimainkan oleh Mak Danin Capek di Cupak Solok, Sumatera Barat, contohnya lebih menekankan penggunaan langkah tiga, sehingga ia menyebutnya sebagai Silek Langkah Tigo (silat langkah tiga).
  • langkah ampek (langkah empat, pola langkah yang membentuk segiempat)
  • langkah sambilan (langkah sembilan): untuk mancak (pencak)

2. Garak jo Garik (Gerak dan Gerik)

Di dalam bersilat perlu sekali memahami garak dan garik. Garak artinya insting, kemampuan membaca sesuatu akan terjadi, referensi seorang pesilat bisa mencicipi ada sesuatu yang akan membahayakan dirinya. Garik ialah gerakan yang dihasilkan oleh pesilat itu sebagai antisipasi dari serangan yang datang. Jika kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, ia menjadi kurang pas, lantaran di dalam bahasa Indonesia, gerak itu ialah gerakan dan gerik ialah kata pemanis dari gerakan itu. Sedangkan di dalam bahasa Minangkabau garak (gerak) itu ialah kemampuan mencium ancaman (insting) dan garik (gerik) ialah gerakan yang dihasilkan (tindakan).


3. Raso jo Pareso (Rasa dan Periksa)

Raso (Rasa) - Raso atau rasa diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan sesuatu gerakan yang sempurna tanpa harus dipikirkan dulu, mirip seorang yang mahir membawakan kendaraaan, ia niscaya tidak berpikir berapa centimeter harus memijak rem supaya berhenti dengan sempurna tanpa goncangan, tetapi dengan mencicipi pijakan rem itu ia sanggup berhenti dengan mulus.

Pareso (Periksa) - Pareso ialah kemampuan analisis dalam waktu yang singkat atau nalar. Di dalam pertempuran ungkapan pareso ini ialah kemampuan memanfaatkan sesuatu di dalam aneka macam situasi pertempuran dalam upaya untuk memperoleh kemenangan. Misalkan, kalau kita bertempur waktu sore, upayakan posisi jangan menghadap ke barat, lantaran akan silau oleh cahaya matahari.

Makara antara raso dan pareso itu jalannya berpasangan, dilarang jalan sendiri-sendiri. Kita dilarang terlalu mengandalkan perasaan tanpa memakai pikiran, namun dilarang pula berpikir tanpa memakai perasaan. Ada pepatah yang menyampaikan raso dibao naiak, pareso dibao turun (Rasa di baik naik ke alam pikiran, periksa dibawa turun ke alam rasa). Demikianlah kira-kira maksud dari raso jo pareso yang diungkapkan oleh para guru silek.


4. Kato Bajawek, Gayuang Basambuik (Kata Berjawab, Gayung Bersambut)

Alam fikiran Minangkabau mempunyai konsep berpasangan, ini sanggup dibuktikan dengan banyaknya pepatah yang mempunyai isi kalimat berpasangan, contohnya: mancari nan baik manulak nan buruak (mencari hal-hal yang baik dan menolak hal-hal yang buruk), manitiak dari ateh, mambasuik dari bumi (menitik dari atas, membersit dari bumi), tiok kunci ado pambukaknyo (tiap kunci ada pembukanya) dan tiok kabek bisa diungkai (tiap ikatan bisa dilepas). Hal yang sama berlaku pada silek, setiap gerakan silat ada pemusnahnya, setiap kuncian ada teknik untuk melepaskannya, oleh lantaran itu sepasang pemain silat yang mahir bisa bersilat terus menerus tanpa putus dengan mengalir begitu saja. Mereka gres berhenti kalau sudah letih atau capek. Hal yang sama juga terjadi pada peniup saluang, mereka bisa meniup alat musik itu tanpa putus-putus hingga lagu selesai.


5. Tagang Bajelo, Kandua Badantiang (Tegang mengalun, Kendor Berdenting)

Guru silek mengatakan, kalau tagang badantiang, maka ia akan putus atau rusak, dan kalau kandua manjelo (mengalun) itu artinya lemah. Adapun silek Minangkabau tidaklah demikian, silat itu ialah kombinasi pas antara kelembutan dan kekuatan, ia lembut tetapi keras, ia keras tetapi lembut. Mungkin istilah elastis atau plastis bisa disamakan dengan pengertian ungkapan di atas. Di dalam permainan silek, serangan lawan itu tidak ditangkis atau dihadang, namun dipapah atau dibelokkan ke arah lain. Menangkis serangan lawan, mirip sepak atau tinju akan membawa risiko memar atau cedera, namun kalau serangan itu dibelokkan, risiko cedera bisa dihindari dan lawan akan terdorong ke arah lain. Prinsip ini mirip dengan prinsip yang digunakan oleh beladiri tai chi chuan dari China. Teknik ini juga digunakan pada olahraga mirip memantulkan atau "dribble" bola basket atau teknik "setting" permainan bola voli.


6. Adaik manuruik alua, alua manuruik patuik jo mungkin (Alami, logis dan efektif)

Tubuh insan mempunyai alur dan pola, gerakan silek harus mengikuti alur tubuh manusia, jangan menentangnya. Konsep ini ialah konsep flow (mengalir) di dalam permainan silat. Jika konsep ini dipakai, maka permainan silek akan terlihat indah dan mengalir, serta aman. Sekali alur itu dilanggar, maka akan terjadi apa yang disebut sungsang (terbalik arah) yang sanggup berakibat cedera mulai dari ringan hingga patah. Silek disusun sedemikian rupa dengan mempertimbangan kaidah aturan alam sehingga menghasilkan gerakan yang LOGIS dan EFEKTIF untuk beladiri. Bagaimana mengikuti alur tubuh yang baik sanggup dilihat pada gerakan silat yang dimainkan dan dijelaskan oleh David Benitez. Prinsip umum silat juga dijelaskan oleh Luke Holloway yang menyatakan bahwa gerakan memukul yang diawali dengan ancang-ancang rileks, santai atau tanpa tegangan akan menghasilkan imbas pukulan lebih keras daripada pukulan yang diawali dengan ancang-ancang yang kaku. Efek ini terjadi lantaran alur dari gerakan alamiah tubuh sendiri.  (Sumber)